Transportasi umum yang menghindari 'chaos'
|
Problematika kepadatan lalu lintas di
banyak kota di Indonesia tak kunjung teratasi bahkan cenderung kian
mengkhawatirkan. Jumlah kendaraan beromotor kian bertambah sementara
penambahan jalan sangat terbatas. Alhasil, kepadatan lalu lintas makin
menjadi-jadi dan apabila tidak ditangani secara sistemik dan sistematik maka
kondisi 'chaos' alias kekacauan dalam lalu lintas merupakan keniscayaan dalam
waktu yang tidak begitu lama lagi. Gonta ganti pimpinan daerah (gubernur,
walikota dan bupati) sudah sering terjadi namun perhatian pada pelayanan
publik terutama dalam bidang angkutan umum masih jauh dari harapan.
Apabila transportasi umum yang massal
tidak dari sekarang diperhatikan pihak pemangku kebijakan di daeran maka
cepat atau lambat kesulitan demi kesulitan memeroleh angkutan umum memadai
kian kentara. Filosofi angkutan umum yang baik adalah tidak membiarkan
masyarakat yang bergerak kesan kemari menggunakan moda transportasi
pribadinya sendiri melainkan yang bergerak adalah angkutan umum untuk
menampung dan melayani keperluan masyarakat dalam berpergian. Selama alat
transportasi pribadi dibiarkan semakin banyak di jalan-jalan, selama itu pula
kepadatan lalu lintas sulit untuk segera diatasi. Sebaliknya, transportasi
umum yang representatif dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan membuat
kenyamanan dan kemudahan orang dalam berpergian.
Biasanya kendala utama yang kerapkali
diungkap pemangku kekuasaan tentang pembangunan sistem angkutan umum
terintegrasi sebagaimana telah dilaksanakan berbagai negara adalah masalah
klasik yakni dana yang terbatas. Padahal, yang dibutuhkan terlebih dahulu
ialah perubahan mindset pejabat terkait kegiatan berpergian dari
persoalan pribadi digeser keranah publik sehingga jika masyarakat (termasuk
pejabatnya) ingin berpergian mereka lebih menggunakan angkutan umum dari pada
kendaraan pribadi. Oleh karenanya kemudahan, fasilitas dan akses angkutan
umum mesti diutamakan ketimbang untuk kendaraan pribadi. Perubahan cara
berpikir dan kepedulian untuk mengkatkan pelayanan publik dibidang
transportasi ini harus dimuali dari komitmen dan tekad kuat dari pimpinan
hingga disosialisasikan ke jajaran dibawahnya terus berlanjut ke level
masyarakat.
Angkutan umum yang bersifat massal dan
terkoordinasi dengan baik penting direncanakan mulai sekarang oleh pimpinan
daerah sebagai pihak yang memiliki wewenang dan otoritas mengelola
wilayahnya. Jika kita mencontoh negara-negara yang telah membuat sistem
transportasi umum yang bersifat massal maka kita akan merasakan kenyamanan
dan kemudahan naik angkutan umum yang tersedia. Bis, trem dan kereta api
terintegrasi dan memiliki jalurnya sendiri sehingga kemacetan untuk jalur ini
terhindarkan membuat kenyamanan bagi penumpang. Rute, tempat pemberhentian
dan tujuan angkutan umum di tempat-tempat yang sering dikunjungi penumpang
seperti sekolah, universitas, rumah sakit, kantor, pasar, mal dan
temapt-tempat publik lainnya membuat penumpang mudah berpergian menggunakan
transportasi umum ini.
Halte atau tempat naik dan turun
penumpang didirikan tidak terlalu dekat tetapi juga tidak terlalu jauh di
setiap halte. Belajar dari sistem angkutan umum yang telah sukses beroperasi
di berbagai negara kita ketahui bahwa jarak stasiun (halte) bis, trem, kereta
api yang terintegrasi tersebut relatif dekat dengan hunian masyarakat atau
berkisar antar 15 sampai 20 menit berjalan kaki dari rumah ke stasiun (halte)
tersebut. Dengan demikian masyarakat akan menyenangi untuk naik angkutan umum
dari pada kendaraan pribadi karena disamping nyaman di jalan juga terdapat
kemudahan akses menggunakan transportasi umum tersebut.
Masyarakat kota yang mulai merasakan
keruwetan dan kerumitan persoalan angkutan umum sehari-hari sudah sepantasnya
seia sekata untuk mendesak wakil rakyat dan pimpinan daerah untuk segera
mengatasi persoalan transportasi umum ini secara sistemik dan sistematik.
Para calon pimpinan daerah saat dialog dan memaparkan program kerjanya
apabila terpilih semestinya diminta untuk merancang sistem transportasi umum
yang terintegrasi tersebut. Kita ambil contoh misalnya di Malang ini saat
pemilihan walikota tidak banyak orang yang menanyakan mindset calon
pimpinan daerah terhadap pengentasan persoalan angkutan umum ini. Hal ini
mungkin karena banyak dari kita masih menganggap masalah kepadatan lalu
lintas di Malang masih bisa ditolerir dibanding kota besar seperti Jakarta.
Padahal jika tidak dari sekarang dipikirkan dan direncanakan secara matang
dan terkoordinasi maka dalam waktu tidak lama lagi situasi perlalu-lintasan
di Malang akan semakin rumit dan nanti akan dirasakan penyesalan tak berguna
akibat tidak bersikap antisipasi atas potensi "chaos" lalu lintas
yang sudah didepan
manajemen keselamatan transportasi jalan ( MKTJ )
|
Komentar
Posting Komentar